Pengadah, Natuna — Warga Desa Pengadah menyampaikan keberatan atas proses penetapan batas wilayah dengan Desa Teluk Buton yang dinilai tidak transparan dan minim partisipasi masyarakat. Salah satu tokoh masyarakat, Armizan, berharap pemerintah daerah melakukan peninjauan ulang terhadap keputusan tersebut.

Warga juga menyuarakan kekhawatiran terkait proses sertifikasi lahan di wilayah yang masih dalam sengketa, seperti Air Majau dan Air Buntuk. Menurut mereka, lahan tersebut telah dikelola secara turun-temurun oleh masyarakat Pengadah.
Membantah adanya klaim sepihak
Menanggapi hal itu, Kepala Desa Teluk Buton membantah adanya klaim sepihak. Ia menegaskan bahwa batas wilayah yang kini dipersoalkan merupakan batas lama yang sudah ditetapkan sejak dulu antara wilayah Bunguran Timur dan Bunguran Barat.
“Itu bukan batas baru. Batas itu sudah ada sejak lama, jadi kami hanya mengikuti peta yang telah ditetapkan secara administratif,” ujar Kepala Desa Teluk Buton.
Terkait klaim lahan, ia juga meminta agar warga yang merasa memiliki hak atas lahan untuk menunjukkan bukti nyata di lapangan.
“Kalau memang itu tanah warisan atau pernah diolah, mari kita cek bersama. Tapi jika tidak ada bukti fisik seperti tanaman atau bekas garapan, jangan asal klaim,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa selama masa jabatannya, belum pernah menerbitkan sertifikat untuk lahan di wilayah sengketa.
“Saya belum pernah mengeluarkan sertifikat untuk lahan di sana. Kalau pun ada yang mengurus, pasti akan kami periksa proses dan dasarnya,” pungkasnya
Bersikap adil
Baik masyarakat Pengadah maupun Teluk Buton sama-sama berharap agar pemerintah Kabupaten Natuna dapat bersikap adil dan bijaksana, serta menyelesaikan persoalan ini dengan mempertimbangkan aspek historis, sosial, dan kearifan lokal. (***)
Biro. : Natuna laporan : Baharullazi Editor : Ardhanapena Photo : Istimewa