Kisah | Pasaman Barat | BENEWS.co.id — Sejarah, masa lalu dan semua cerita yang ada di dalamnya sering terlupa dan dilupakan dengan bermunculannya objek yang menjadi sejarah baru, masa kini dan semua cerita yang akan dibangun di dalamnya.(M.Nasution)
JUMBATEN GANTUONG
Jumbaten Gantuong (Jembatan Gantung) ini terletak di Ujunggading, Pasaman Barat. Dulu, berfungsi sebagai penghubung antara Pasar Ujunggading dengan wilayah seberang Sungai Batang Siorbo, sebuah sungai besar yang membelah Ujunggading.

Sarana penyeberangan ini dibangun oleh Belanda dengan maksud agar aliran logistik dan pasukan untuk menguasai medan pertempuran di Ujunggading hingga Air Bangis dan wilayah sekitarnya lancar.

Kini, setelah bangunan penuh sejarah ini “dipensiunkan” penggunaannya dengan pembangunan sebuah jembatan baru yang lebih kuat dan megah tepat di samping jembatan lama, jembatan buatan Belanda yang oleh penduduk sekitarnya disebut dengan “Jumbaten Gantuong” bagai seonggok kerakak di atas batu. Hidup segan mati tak mau.

Benda bersejarah yang kemudian disebut-sebut sebagai ikon Ujunggading ini betul-betul digilas perputaran waktu. Ada tapi tiada. Habis ditelan euforia masa lalunya yang berguna dan bermanfaat dahulu kala terhadap mobilitas masyarakat.
Jembatan ini (dan juga banyak bangunan bersejarah di negeri ini) seolah dianggap benalu oleh Pemerintah, hanya sebuah objek yang menghabiskan anggaran negara saja, sebab dianggap tidak ada gunanya lagi, selain sebagai wujud rasa segan karena nanti dianggap tidak mempedulikan nilai-nilai sejarah.

Maka beginilah kiranya kini. Mereka yang dahulunya hidup di masa lalu, pernah menyaksikan kejayaan bangunan bersejarah ini, pernah merasa menangguk manfaat dari keberadaannya tapi ketika hari ini mereka pada kenyataannya sudah mulai menua.

Mereka kini lebih disibukkan untuk memikirkan diri sendiri, alih-alih dituntut oleh anak, cucu dan kemenakannya untuk menyelamatkan Jembatan gantung yang ironisnya kini telah hidup terpatri sebagai sebuah museum masa lalu yang bersemayam di benak generasi saat ini, masa kini. Generasi yang tidak pernah tahu bagaimana dulu jembatan itu di bangun. Generasi yang tidak pernah menjejakkan kakinya di atas jembatan itu.
Generasi yang pada ghalibnya tidak memiliki jalinan emosional dengan bangunan yang timbul dari perjalanan cerita sejarah itu.
Jumbaten gantuong, yang kawat-kawatnya silang menyilang merentang ke seberang, besi-besinya besi kelas satu itu dan keberadaannya acap dinyanyikan dalam lagu, dendang dan rabab kini semakin terbenam dipeluk waktu. Dibenami semak dan ditampar oleh paparan cahaya matahari nan garang.
Menghilang dari alam pikiran mereka, orang-orang dari masa lalu yang berlagak lupa bahwa dulu masa muda mereka identik dengan Jumbaten Gantuong ini, dengan sungai Batang Siorbo yang mengalir tenang dan dalam di bawahnya. (***)