Kantor Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan BP Batam Kehabisan Akal, Andalkan Retribusi dongkrak Pendapatan ?

BEnews.co.id, BATAM. Kontroversi pemberlakuan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam Nomor 28 Tahun 2020 melebar bukan hanya menjadi persoalan yang “digugat” Assosiasi Pengusaha Limbah (ASPEL) B3.

Peraturan yang dikeluarkan Ex-Officio Kepala BP Batam, H.M Rudi memantik komentar miring dari sejumlah kalangan.

Peraturan kepala yang salah satunya mengatur tentang Pengelolaan Tarif Layanan dan Tata Cara Pengadministrasian Keuangan Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan pada Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan.

Semakin menuai kontroversial karena BP Batam dinilai sudah melenceng dari tugas pokoknya.

Tumpukan Limbah B-3 Ter onggok diatas lahan yang disewakan BP Batam, dengan ber atapkan langit, dan berlantai bumi, bila hujan, merembes kemana – mana karena tidak adanya saluran pembatas (parit)

Ada yang aneh dengan BP Batam, sejak dipimpin secara Ex – Officio, BP Batam kini visinya agak bergeser, bukan lagi fokus kepada pengembangan Investasi dan menarik Investor, sudah kejar setoran. buktinya, ke tenan aja sudah dibebani retribusi masuk Ribuan rupiah, miris,” kata seorang Penyewa lokasi penimbunan di KPLI- Kabil prihatin.

Belakangan ini visinya merosot ke level pedagang eceran mengurus retribusi-retribusi murahan yang mengeksploitasi masyarakat, kata Anggota DPRD Provinsi Kepri Uba Ingan Sigalingging Senin (01/02/2021) mengutif dari Batam now.

Uba Menyoroti merosotnya kinerja BP Batam sejak di jabat Ex- Officio Walikota Batam H.Muhammad Rudi.

“Lihatlah bisnis air minum yang mendapatkan pemasukan diperkirakan Rp 300 Miliar setahun. ini diperoleh dari hasil penjualan air ke masyarakat dengan harga penjualan rata-rata Rp 6.500 per m3.

Sementara pihak Outsourcing untuk Operation & Maintenance (OM) Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) PT Moya Indonesia hanya dibayar Rp 3.366 per m3. Praktis keuntungan BP Batam Rp 3.134 per m3.

Selain bisnis air minum ini, BP Batam ke depan akan membebani masyarakat Batam dengan retribusi tinja lewat proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau Waste Water Treatment Plant (WWTP).

Sekretaris Jenderal Assosiasi Pengusaha Limbah-B3 (ASPEL-B3) Syamsul Hidayat, ditemui di Batam center mengaku prihatin dengan Kebijakan yang dikeluarkan BP Batam.

“Sebagai kawasan Industry, sangat wajar BP Batam menyiapkan tempat penampungan dan pengelolaan limbah. Ironisnya…Gudang yang dibangun BP Batam di Kawasan Pengelolaan Limbah (KPLI) Kabil, tidak pernah digunakan (sewa) karena disamping harga sewa yang tidak wajar, juga karena BP Batam mengalokasikan Lahan Kepada Perusahaan untuk menampung limbah diatas lahan yang dialokasikan.

“Sampai kiamatpun, Biaya operasional KPLI tidak akan pernah tertutupi, sepanjang BP Batam masih terfokus kepada retribusi dan sewa lahan semata, namun disisi lain melakukan pemborosan anggaran dengan kebijakan yang terkesan pilih kasih bagi para Pengusaha yang menjadi mitra BP Batam.

” Coba tanya berapa tahun Gudang yang dibangun itu tidak berfungsi sebagaimana tujuannya, dan kenapa itu bisa terjadi ? (Tidak ada yang menyewa…red) Apa penjelasan Pejabat Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan BP Batam ?,” kesal Syamsul

Sepertinya BP Batam, dalam hal ini Kantor Sumber Daya Air, Limbah dan Lingkungan BP Batam Kehabisan Akal, sehingga beralih mengandalkan Retribusi dongkrak Pendapatan,” gerutunya.(PoelMa)

Tinggalkan Balasan