Pandangan Pak Hatta tentang pentingnya para menteri memahami perasaan umum yang hidup dan berkembang di masyarakat didukung oleh Pak Soepomo. Kata Pak Soepomo, kita harus percaya kebijaksanaan Kepala Negara dan pembantu-pembantunya. Mereka bukan pembantu biasa. Tetapi orang-orang yang sangat terkemuka, dan ahli negara yang bukan saja mengingat “publieke opinie” atau perasaan umum di dalam DPR. Tetapi juga mengerti publieke opinie di dalam masyarakat pada umumnya.
Begitulah pandangan menembus zaman kedua bapak pendiri bangsa yang mempersiapkan UUD 1945. Menteri yang dikehendaki Pak Hatta maupun Pak Soepomo harus yang bisa menyerap, merespon publieke opinie atau perasaan umum masyarakat. Masalahnya bagaimana publieke Opinie itu diketahui? Harus diketahui siapa? Harus diketahi oleh menteri.
Menteri tidak memiliki kapasitas pribadi atau natural person. Tetapi menteri itu individu dalam makna legal person yang diciptakan UUD 1945. Konsekuensinya, selama orang itu berstatus menteri, maka natural person terserap ke dalam kapasitas sebagai menteri. Status hukumnya sebagai pribadi atau natural person, telah terabsorbsi sepenuhnya ke dalam status sebagai menteri.
Kalau tidak ada orang yang bicara, baik itu melalui pers maupun bukan pers, karena takut dikekang, takut dipenjara, takut dituduh fitnah dan sejenisnya, bagaimana menteri bisa tahu tentang perasaan umum yang dipikirkan Pak Hatta dan Pak Soepomo itu? Pada titik inilah “pandangan Pak Hatta dan Pak Seopomo menjadi penyedia lentera untuk menteri mengetahui publieke opinie atau perasaan umum. Apa saja itu? Hak masyarakat untuk bersuara.
Kata Bung Hatta dalam pertemuan 15 Juli 1945, “hendaklah kita perhatikan syarat-syarat, supaya negara yang kita bikin, jangan menjadi negara kekuasaan. Kita bangun masyarakat baru yang berdasar gotong royong dan usaha bersama. Tujuan kita untuk membaharui masyarakat. Jangan kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan di atas negara baru itu, masih ada suatu negara lagi yang bernama kekuasaan”.
Setelah Muh. Yamin bicara dalam nada yang sama, pendangan Pak Hatta dan Pak Soepomo tentang publieke opinie disetujui. Persetujuan itu dicapai tanggal 16 Juli 1945, dan dikristalkan menjadi pasal 28 UUD 1945. Hebat betul bapak-bapak perancang UUD 1945 itu. Mereka tidak licik, tidak picik dan tidak kerdil. Mereka tidak menyediakan teknis, tetapi sarana konstitusi yang memastikan negara setelah terbentuk, tidak menjadi negara penindas, dan negara tiranis terhadap kebebasan dan perbedaan pendapat di masyarakat.