Dewan Pers Berkhayal Menjadi Ditjen PPG-nya Orde Baru

Kebijakan Marzuki Usman yang sangat mambantu menghidupi pers nasional itu, masih terasa manfaatnya hingga sekarang. Marzuki Usman mewajiban semua perusahan yang go public atau menjual ogligasi di Pasar Modal Indonesia, harus mengumumkan laporan keuangan perusahaan minimal di dua media massa nasional. Sayangnya Dewan Pers hingga kini tidak memberikan penghargaan untuk orang hebat seperti Pak Marzuki Usman dan Pak Yunus Yosfiah.

Berpikir menghargai orang-orang yang telah berjasa kemajuan dan menghidupi pers nasional saja, Dewan Pers tidak mampu. Apalagi memikirkan kehidupan dan kemajuan pers nasional. Fakta ini karena dugaan saya Dewan Pers dan Tenaga Ahli Dewan Pers adalah kumpulan wartawan salon, wartawan konfrensi pers, wartawan keterangan pers dan wartawan press release. Jadi, dapat dipahami kemampuan mereka seperti apa?

Kalau saja Dewan Pers dan para Tenaga Ahli Dewan Pers bukan dugaan kumpulan wartawan salon, wartawan konfrensi pers, wartawan keterangan pers dan wartawan press release, maka Dewan Pres bisa mengusulkan kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan BPK agar hasil audit tahunan BPK untuk semua institusi negara, baik Kementerian atau Lembaga di Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota, BUMN dan BUMD diharuskan diumumkan di 3-5 media massa nasional. Tujuannya agar publik bisa menilai kinerja keuangan setiap institusi negara.

Kalau pengumuman hasil audit tahunan BPK itu wajib diumumkan di media massa nasional bisa, seperti yang dilakukan Pak Marzuki Usman, pasti sangat menolong kehidupan pers nasional. Namun itu bisa terealisasi kalau Dewan Pers punya gagasan untuk memajukan pers nasional. Gagasan yang top markotop seperti itu tidak mungkin muncul dari dugaan kumpulan wartawan salon, wartawan konfrensi pers, wartawan keterangan pers dan wartawan press release.

Mengakhir surat terbuka ini, saya mengajak Dewan Pers dan para Tenaga Ahli Dewan Pers membuka lagi risalah sidang-sidang penting Badan Persiapan Usaha Kemedekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPKI), terutama sidang PPKI tanggal 15 dan 16 Juli 1945 tentang rancangan UUD negeri ini. Ketika itu Bung Hatta dan Profesor Soepomo melotarkan gagasan besar bernama “Publieke Opinie”.

Pada sidang yang dihadiri lengkap anggota PPKI inilah, muncul argumen yang menggambarkan kehendak pembentuk UUD 1945 tentang konsep menteri. Saya menaruh hormat kepada semua anggota PPKI, tetapi saya lebih kagum kepada Pak Hatta (anggota PPKI) dan Pak Soepomo (Ketua Panitia Kecil Perancang UUD 1945). Saat Pak Soepomo menerangkan draf UUD 1945, Pak Hatta meminta kesempatan bicara. Permintaan Pak Hatta disetujui dan dipersilahkan Pak Radjiman yang menjadi Ketua sidang. Semoga amal baik mereka semua diterima disisi Allah Subhanau Wata’ala.

Tinggalkan Balasan