Dewan Pers Berkhayal Menjadi Ditjen PPG-nya Orde Baru

Seburuk, sebobrok, dan sebusuk apapaun itu Ditjen PPG Departemen Penerangan, lembaga ini tidak pernah bertanya atau menyelidiki bagaimana proses produksi berita di ruang redaksi. Namun ketika pertemuan zoom dengan Redaksi Majalah FORUM, Dewan Pers marasa perlu bertanya, apakah berita yang diangkat Majalah FORUM dengan judul “Rp 75 Miliar Untuk Komisi XI DPR Hancurkan BPK” itu sudah dibaca belom oleh Pemimpin Redaksi Majalah FORUM? (rekaman audio milik Majalah FORUM)

Pertanyaan yang seperti ini nyata-nyata sangat tidak bermutu, picisan dan amatiran. Pertanyaan seperti hanya keluar dari dugaan kumpulan wartawan salon, wartawan konfrensi pers, wartawan keterangan pers dan wartawan press release. Sebab pasti semua wartawan benaran, pastinya bukan wartawan gadungan, sangat paham kalau semua berita yang sudah naik cetak, pasti sudah dibaca dan sudah diedit oleh semua tingkatan di redaksi. Mulai dari Redaktur, Redaktur Pelaksana dan Pemimpin Redaksi. Masa untuk yang kaya gini saja perlu diajarkan juga kepada Dewan Pers sih?

Substansi masalah yang ditulis Majalah FORUM adalah potensi skandal sejenis seperti yang pernah membuat bangsa ini mengalami musibah politik dan hukum. Ketika itu hampir semua anggota Komisi XI DPR (dulu Komisi IX) yang membidangi Keuangan, Perbankan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masuk penjara. Penyebabnya terjadi sogok-menyogok atau suap-menyuap dalam kasus Travel Chaque Miranda S. Gultom ketika menjalani fit and proper test sebagai calon Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia di Komisi IX DPR.

Pertanyaannya, kalau terjadi sogok-menyogok lagi di Komisi XI DPR, apakah Dewan Pers dan para Tenaga Ahli Dewan Pers siap masuk penjara menggantikan anggota Komisi XI DPR? Padahal masalah mendasar yang ditulis Majalah FORUM adalah calon anggota BPK Nyoman Adhi Suryadnyana, pegawai eselon III Kementerian Keuangan yang tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota BPK, karena belum cukup 24 bulan tinggalkan jabatan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pejabat Publik Pengelola Keuangan Negara.

Nyoman Adhi Suryadnyana diduga sangat sadar dan paham, bahkan tidak mempunyai ambisi untuk menjadi calon anggota BPK. Namun dalam kenyataannya diloloskan oleh Komisi XI DPR pada seleksi administratif. Padahal sampai Agustus 2021 lalu, Nyoman baru 18 bulan meninggalkan jabatan sebagai KPA, sehingga dianggap melanggar Pasal 13 huruf (j) UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK.

Mahkamah Agung melalui Fatwa yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. HM. Syarifudin SH. MH, yang pada substansinya sejalan dengan yang ditulis Majalah FORUM. Mahkamah Agung dengan bahasa yang sangat sopan mengingatkan Komisi XI DPR bahwa Nyaman Adhi Suryadnyana tidak memenuhi syarat administratif. Ketentun Pasal 13 huruf (j) UU Nomor 15 Tahun 2006 tersebut mutlak harus dipernuhi Nyoman maupun Harry Soeratin (pejabat eselon II Kementerian keuangan).

Tinggalkan Balasan