
BeNews-BATAM.Wali Kota Batam Muhammad Rudi diduga menggunakan ijazah palsu. Hal itu diketahui berdasarkan investigasi dari seorang aktivis pendidikan Kota Batam bernama Paulus Lein.
Paulus menelusuri legalitas ijazah S1 Nomor Registrasi: 150.08.22.05/IJZ/2005 tanggal 22 Agustus 2005 atas nama Rudi alias Muhammad Rudi, Wali Kota Batam, Provinsi Kepri periode 2015-2021 yang seolah-olah diterbitkan oleh STIE Adhy Niaga Bekasi.
Penasihat hukum Paulus, Patrice Rio Capella menyebut ijazah itu digunakan Rudi pada sejak mengikuti pendaftaran calon Wali Kota Batam tahun 2015 dengan melampirkan ijazah S1 sebagai syarat pendidikan dalam pendaftaran di KPUD Kota Batam.
Setelah ditelusuri, nomor register atas nama Rudi yang tertera dalam ijazah tersebut tidak ditemukan dalam Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
“Maka klien saya melakukan investigasi terhadap keberadaan STIE Adhy Niaga Bekasi maupun keabsahan ijazah S1 dengan nomor registrasi tersebut. Setelah investigasi selama 4 bulan, selain mendatangi Gedung STIE Adhy Niaga Bekasi, di Kota Bekasi, Jawa Barat, ditemukan bahwa:
1. STIE Adhy Niaga Bekasi telah ditutup/dibekukan operasionalnya oleh Kemenristek Dikti pada 3 Juni 2015.
2. Gedung Kampus STIE Adhy Niaga Bekasi ditutup dalam kondisi berlumut, tidak terawat, konon sedang dijual,” kata Patrice Rio dalam keterangan persnya, Senin (23/11/2020).
Berita terkait :
Dunia Pendidikan Nasional Tercoreng, Mendagri HarusTegas Bersikap.
Pada 2015, kata Rio, kliennya mengirim surat permohonan kepada Dirjen Dikti Kemendikbud dan dijawab pada 16 September 2020 dan diarahkan melakukan verifikasi data mahasiswa di bawah tahun ajaran 2003/2004 ke Perguruan Tinggi tersebut atau Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IV (Jawa Barat dan Banten). Atas arahan Dirjen Dikti Kemendikbud, maka Paulus Lein bertanya ke LLDIKTI Wilayah IV Jawa Barat dan Banten.
Pada 23 Oktober 2020 Dirjen Dikti Kemendikbud memaparkan bahwa daftar hadir mahasiswa dosen setiap mata kuliah sebagai bukti telah melaksanakan perkuliahan sesuai standar dan proses pembelajaran tidak ditemukan, KRS dan KHS tidak ditemukan, surat keputusan yudisium kelulusan yang ditandatangani Ketua STIE Adhu Niaga pun tidak ada, data mahasiswa tidak tercatat di Pangkalan Data Dikti.
Untuk diketahui, sejak 2015 hingga sekarang Rudi alias Muhammad Rudi selalu menggunakan gelar akademik di belakang namanya, yaitu Muhammad Rudi SE, MM, pada saat kampanye Pilkada 2015, dan dalam profil Ketua Otorita Batam.
Ijazah S1 atas nama Rudi alias Muhammad Rudi yang diterbitkan STIE Adhy Niaga patut diduga palsu, karena dalam pendaftaran calon Wali Kota Batam tahun 2020 di KPUD Kota Batam saudara Rudi kembali mendaftar dengan hanya melampirkan ijazah terakhir SMAN 1 Tanjung Pinang, Provinsi Kepri sebagai syarat pendidikan terakhir.
Terhadap penggunaan gelar akademik SE, MM oleh Rudi, Rio menyatakan kliennya sebagai aktivis pendidikan Kota Batam dan seluruh masyarakat Kota Batam telah dirugikan akibat kebohongan publik yang dilakukan Rudi sebagai Wali Kota Batam sejak 2015 dan sebagai Kepala BP Batam.
“Atas tindakan Rudi yang membuat atau menggunakan ijazah yang diduga palsu, maka klien kami, Paulus Lein, dengan dasar surat jawaban Dirjen Dikti Kemendikbud dan Lembaga Tinggi Layanan Pendidikan Wilayah IV Jawa Barat dan Banten, akan mengadukannya kepada Mabes Polri atas dugaan tindak pidana menggunakan surat/ijazah palsu atau memalsukan ijazah sebagaimana dimaksud Pasal 266 ayat (1) dan (2) KUHP jo. Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUH Pidana, hingga berakhirnya proses Pilkada pada 9 Desember 2020,
Menggunakan ijazah palsu dikenakan pidana sbb:
1. KUHP Pasal 263 (Ancaman 6 tahun)
(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 69 (Ancaman 5 tahun dan denda Rp500 juta)
(1) Setiap orang yang menggunakan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak menggunakan ijazah dan/atau sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) yang terbukti palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 61
(1) Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
(2) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
(4) Ketentuan mengenai sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Jika alat bukti sudah lengkap, harus ditahan, karena ancamannya 5 tahun ke atas.(***)