Sudah sejak 2.500 tahun silam Confusius mengajarkan tentang kebahagiaan. Menurut dia, setiap orang bisa menjadi “Chunzi” alias “orang yang mulia”.
Dahulu, kata Chunzi itu berarti “putra seorang bangsawan”.
Sekali lagi, bagi Confusius, setiap orang bisa menjadi Chunzi, tidak peduli siapa orang tuamu, baik itu bangsawan maupun rakyat biasa. Ini tentang siapa diri Anda.
Seorang Chunzi adalah orang yang bermoral mulia. Kebajikan semacam itu adalah sumber kebahagiaan terbesar. Tapi tidak mudah untuk menjalankannya, apalagi di zaman sekarang.
Menurut Confusius, orang yang bermoral mulia itu, sangat menghormati kemanusiaan.
Manusia itu ibarat pulau. Di permukaan, pulau yang satu terlihat terpisah dari yang lain.
Masing-masing pulau dipisahkan oleh air, lautan. Itu seolah mandiri, terpisah satu sama lain. Tetapi di bawah permukaan air, semuanya terhubung.
Apa artinya? Setiap orang tampak terpisah satu sama lain, tetapi di bawah permukaan semuanya terhubung.
Oleh karena itu, kebahagiaan Anda tidak terpisahkan dengan kebahagiaan yang Anda ciptakan untuk orang lain. Anda menjadi bahagia ketika berhasil membahagiakan orang lain.
Confucius mengajarkan tentang empati dalam kemanusiaan, yakni menempatkan diri Anda pada posisi seseorang.
Ada banyak orang munafik. Orang-orang yang menyenangkan tetapi sekadar “terampil dengan kata-kata”.
Juga orang-orang yang kelihatannya melakukan hal yang benar, tetapi untuk alasan yang salah. Berperilaku baik untuk alasan yang salah tidak lebih baik daripada berperilaku buruk.
Bahkan dalam beberapa kasus, berperilaku baik untuk alasan yang salah justru lebih berbahaya lagi, karena mengajarkan orang untuk menggunakan kebajikan sebagai jubah semata.
Itulah mengapa Confusius menekankan bahwa “ritual tanpa kemanusiaan itu kosong.”
Satu-satunya cara Anda benar-benar dapat mengubah dunia adalah dengan mengubah diri Anda sendiri.
Lalu, bagaimana kita bisa mengubah diri kita sendiri? Bagaimana kita bisa menjadi lebih bahagia?
Banyak orang berpikir bahwa kebahagiaan dapat diraih melalui “berpikir positif”. Tetapi coba katakan itu kepada seseorang yang mengalami depresi berat.
“Berpikir positif” mungkin merupakan keadaan bahagia, tetapi sulit untuk dicapai tanpa tindakan. Pengikut Confusius yang terkenal di Jepang, Ogyu Sorai, mengatakan, “Anda tidak dapat mengubah pikiran hanya melalui pikiran.” Menurutnya, kunci “berpikir positif” adalah tindakan positif, dan terutama praktik kemanusiaan.
Menyelami pikiran Confucius menggunakan analogi mengendarai sepeda. Anda mencoba untuk beralih dari depresi ke kebahagiaan. Mencoba melawan pikiran negatif seperti mencoba menghentikan sepeda agar tidak goyah dan menabrak.
Itu sulit dilakukan tanpa bergerak maju! Itu sebabnya kita butuh tindakan positif. Ini tentang praktik kemanusiaan dan kebenaran. Itulah kunci kebahagiaan.
Itulah yang dimaksud Confusius pada ayat pembuka Analects: “Bukankah belajar dan berlatih secara teratur itu menyenangkan?”
Anda harus melatih kebajikan untuk benar-benar memahaminya. Begitu Anda mengalami akibat dari perbuatan bajik, Anda masih bisa memahami apakah kebajikan itu lebih dalam lagi. Dan lain kali Anda mempraktikkannya, Anda akan tetap lebih efektif. Dan seterusnya. Ini semacam “siklus positif” dari pikiran dan tindakan yang menuntun pada kebajikan dan kebahagiaan yang semakin besar, untuk Anda dan orang-orang di sekitar Anda.
Satu hal lagi yang penting untuk disadari bahwa kebahagiaan tidak jauh. Kemanusiaan dan kebahagiaan ada tepat di depan Anda. Anda hanya perlu menjangkau dan mulai bergerak menuju kebajikan.
Bagi Confucius, “Kebahagiaan adalah milikku ketika aku bisa membahagiakan orang lain.”
Meraih kebahagiaan itu harus dengan tindakan. Seperti contoh naik sepeda, hanya bisa bergerak dari titik A ke titik B jiga ada tindakan mengayuh pedal dan memiliki keseimbangan.
Kita ingin bergerak dari kondisi “tidak bahagia” ke kondisi “bahagia” harus disertai tindakan dengan keseimbangan.
Dalam konteks pengelolaan pemerintahan, seorang pemimpin jangan sekadar memakai jubah kebaikan, alias berperilaku baik untuk alasan yang salah.
Diperlukan pemimpin yang memiliki landasan filosofis yang kuat dengan niat dan alasan yang benar untuk membahagiakan masyarakat.
Pemimpin yang mendapatkan kebahagiaannya ketika dia berhasil membahagiakan masyarakat yang dia pimpin.
“Batam Bahagia Mendunia” bersama DR Ir Lukita Dinarsyah Tuwo, MA – Drs Abdul Basyid, M.Pd.
Calon No 1 Walikota-Wakil Walikota Batam Periode 2020-2025.(*)