Kepri | BENEWS – Tokoh masyarakat Kepulauan Riau, Irjen Pol (Purn) Drs. Yan Fitri Halimansyah, MH, mendesak pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memberikan insentif harga gas kepada PT PLN Batam.
Desakan ini disampaikan sebagai bentuk keprihatinan terhadap tingginya biaya penyediaan listrik di wilayah Batam dan sekitarnya, yang berpotensi mengganggu pertumbuhan industri dan stabilitas pasokan energi.
Dalam pernyataannya, Kamis (29/5/2025), Yan Fitri menekankan bahwa Batam merupakan kawasan industri sekaligus wilayah strategis pertahanan nasional yang memerlukan jaminan pasokan energi dengan harga yang kompetitif.
“Batam tidak boleh gelap. Ini bukan hanya kawasan industri, tetapi juga wilayah strategis negara. Jika harga gas terlalu tinggi, biaya listrik pun akan meningkat dan menghambat pertumbuhan industri,” ujar Yan Fitri.
Wilayah Penghasil, PLN Batam Membeli Gas Mahal
Sebagai informasi, Kepulauan Riau, khususnya wilayah Natuna, merupakan salah satu penghasil gas terbesar di Indonesia. Blok Natuna D-Alpha menyimpan lebih dari 222 triliun kaki kubik gas, menjadikannya salah satu cadangan terbesar di Asia Tenggara. Ironisnya, PLN Batam masih harus membeli gas dengan harga HGBT sebesar US$7/MMBTU, dalam jumlah yang tidak mencukupi. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, PLN Batam juga terpaksa membeli LNG dengan harga dua kali lipat dari HGBT.
Kondisi ini menyebabkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik di Batam sangat tinggi, yakni sekitar Rp 1.650–Rp 1.690 per kWh, tanpa adanya subsidi maupun kompensasi dari APBN seperti yang diterima oleh PLN Persero.
“PLN Batam harus menanggung beban subsidi silang bagi tarif industri dan rumah tangga. Tanpa dukungan fiskal dari pemerintah pusat, ini menjadi beban berat yang tidak seimbang,” jelas mantan Kapolda Kepri tersebut.
Dampak pada Wilayah dan Investasi
Saat ini, PLN Batam juga memasok listrik ke Pulau Bintan melalui jaringan interkoneksi bawah laut. Menurut Yan Fitri, jika tidak ada intervensi pemerintah dalam bentuk harga gas khusus, pasokan listrik ke Bintan pun terancam terganggu. Terlebih dengan meningkatnya permintaan dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Galang Batang dan Kawasan Industri Lobam.
Tanpa penyesuaian harga gas, bukan hanya Batam yang terdampak. Bintan dan kawasan sekitar bisa mengalami gangguan pasokan listrik. Ini menyangkut ketahanan energi nasional,” tegasnya.
Batam Berkontribusi Besar, Tapi Tertekan Biaya Energi
Dengan lebih dari 350 ribu pelanggan dan beban puncak mencapai 728 MW, sistem kelistrikan Batam–Bintan saat ini tidak terhubung dengan sistem jaringan nasional (Sumatera maupun Jawa–Bali), sehingga sepenuhnya bergantung pada pembangkit lokal berbahan bakar gas. Namun, meskipun Batam menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kepulauan Riau, harga energi yang tinggi menjadi kendala daya saing investasi.
“Batam merupakan pusat pertumbuhan ekonomi di barat Indonesia. Tapi jika biaya energi tidak kompetitif, investor bisa memilih lokasi lain yang lebih efisien,” kata Yan.
Permintaan Insentif Energi sebagai Kebijakan Afirmasi
Menutup pernyataannya, Yan Fitri menegaskan bahwa Kepulauan Riau, sebagai kawasan perbatasan yang berhadapan langsung dengan Singapura dan Malaysia, membutuhkan kebijakan afirmatif, bukan pendekatan pasar semata. Ia meminta pemerintah pusat untuk memberi perhatian khusus terhadap ketersediaan dan keterjangkauan energi di wilayah ini.
“Kepri adalah wajah terdepan Indonesia. Pemerintah harus hadir dan memberikan insentif energi yang adil dan proporsional. Harga gas khusus untuk PLN Batam adalah bentuk keadilan yang sangat dibutuhkan,” pungkasnya.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kementerian ESDM terkait permintaan tersebut. Namun, desakan dari berbagai elemen masyarakat dan pemangku kepentingan daerah terus meningkat agar Batam dan Kepri mendapatkan perlakuan yang setara dalam kebijakan energi nasional.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, belum memberikan tanggapan terhadap “kegusaran” kalangan industry dan Tokoh masyarakat Kepri. Pertanyaan yang dikirimkan melalui WhatsApp, belum mendapatkan jawaban hingga pemberitaan ini diterbitkan. (Den/Ardhana)