KISAH | BENEWS.CO.ID – Malam itu kamipun tidur bersama rengkam rumput laut Kering di Pulau Pasir Buluh Kelurahan Pulau Abang Kecamatan Galang Batam.
malam ini, Azri, anak bang Suher tunjuk Salim pada kelompok beberapa pemuda yang sedang berendam di laut yang airnya sedang surut sekitaran pinggang orang dewasa. Kami sengaja datang dari Batam menuju gugusan kepulauan Abang Kecamatan Galang.
Kelurahan pulau pulau Abang Batam gugusan pulaunya lebih 50 buah banyaknya ada yang berpenghuni banyak pula yang kosong.

Malam ini tidur di rumah saja ujar Suherman SE, Panglima Lang Laut salah satu ketua LSM Batam itu padaku. Tahu aku hendak ke Pulau Abang.
Rumah orang tua bang Suher demikian orang mengenalnya di salah satu pulau di gugusan pulau itu namanya Pulau Pasir Buluh. Hanya tiga rumah berdiri disitu, satu buah rumah panjang diatas laut di tepi pantai belum selesai direnovasi lantai dan atapnya sebagian belum terpasang, sebuah musholla pribadi berdiri agak ke darat sepertinya baru diperbaiki catnya masih baru.

Kelompok pemuda teman Azri anak bang Suher masih terus mengangkuti Rengkan sejenis rumput kaut berwarna merah kecoklat coklatan kami merapat dengan spead boat 15 PK turun dari Ferry yang membawa kami dari Pantai Cakang dermaga Asim Batam ke pulau Air Saga. Baik Ferry Sri Mecan milik Dinas Perhubungan ini tak di pungut bayaran hanya saja dalam sepekan cuma hari senin rabu dan sabtu saja melayani penduduk kelurahan pulau Abang itu. itupun pagi pukul tujuh dari Pulau Saga Abang ke Dermaga Asim dan pulangnya petang sekitar pukul tiga.

Diluar itu nak kena bayar charter atau paling tidak bayar minyak…Sekarang minyak satu ziregen nak dekat empat ratus ribu, tak ade premium mesti pertalite. Teruklah kata Salim sekarang ini.
Pak Alif ayah bang Suher, usianya tak terlalu jauh denganku tujuh puluhan, kami bertemu di Tanjung Kertang Jembatan empat Rempang Rumah bang Suher dan Azry putra bang Suher ini mahasiswa Manajemen Bisnis di salah satu universitas Batam.
Rengkam ini banyak tumbuh di perairan dangkal kepulauan riau, diolah jadi pakan ternak, untuk kosmetik dan farmasi. Di ekspor ke Vietnam di olah disana dikapalkan dari Batam setelah kering.
Toke ikut kerja juga kata Amin teman Azry. “Iya tok,” jawab Azri sambil tersenyum padaku. Penduduk nelayan seputaran pulau Abang itu meskipun tak beralih profesi dari nelayan tetapi menyambi jadi pencari Rengkam.
Satu kilonya setelah dikeringkan dihargai 1.700 rupiah. Ade orang Cine pengepul depan sana dah naikkan harga 2.000 rupiah tok. jelas Azry. Pemuda 20-an tahun ini memanggilku Atok.
Tak pe lah tok, masih banyak orang yang bagi ke kita. Jadi kelompok Azri tadi teman temannya pemuda dari sekitaran Barelang. Mereka tinggal bermalam di situ, air surut dengan kolek mereka mengangkuti rumput laut yang di sebut rengkam itu sebanyak banyak ke atas sampan dan di sadai di pelantar dan tali tali yang sengaja di pasang.
Rengkam ni jadi alternatip penghasilan tambahan nelayan hampir diseluruh kepulauan dangkal Batam. Ade pula rencana pemerintah nak melarangnya dalam radius tertentu takut habis bisa bisa ikan yang hidup di sekitarnya tak berkembang biak lagi. Entahlah.
“Malam ini kami tidur disini Tok, mengapa tanyaku, takut rengkam kering ni di curi orang. jelas Azri. Kalau gitu atok ikut jugalah tidur disini ucapku.
Kulihat puluhan tumpukan karung plastik putih memenuhi ruangan rumah yang baru di renovasi tersebut, semua beranda, pelantar penuh dengan rengkam tersadai.
Disitulah kami tidur malam itu. Azri dah pasang obat nyamuk, Atok tidur ruang sebelah. Azri tergeletak diatas tumpukan karung rengkam sebagian kawannya masih diujung pelantar.
Aku tak bisa tertidur disamping panas sampai berkeringat basah baju yang dipakai ribuan agas datang menyerang. Agas binatang kecil macam nyamuk menggigit minta ampun gatalnya.
Kudengar Azri mengalunkan bacaan Alquran juz ke 29. Seronok dengarnya. Belum tidur Tok katanya berhenti dari bacaannya. saat kuhampiri.
“Tidur di pulau Abang tempat Makcik Ratna tak ada Agas. Lanjutlah bacaannya,” ujarku pada Azri. “Iya tok Murojaah udah banyak yang lupa.
Pemuda kekar seperti ayahnya Panglima Lang Laut Suherman SE kelahiran pulau Sungai Buluh ini. Kulihat mukanya memerah di terpa matahari selama air surut mengangkuti serkam rumput laut.
Sebulan ia bisa mengantongi uang puluhan juta lho, jadi motivasi teman teman seusianya. “Emak senang aje tok anaknya pandai kerja carik duit,” Jelas Azri Tak nyusahkan orang tua. Liburan pandemi dimanfaatkannya belajar kerja mengaflikasikan ilmunya.
Nun di barat muncul bulan sabit, angin laut bertiup lumayan kencang agas lenyap berterbangan. Kedinginan aku tulang ujar Arif Fadillah ponakanku guru olah raga SMP 41 Batam yang kut bersama ku juga tak bisa cepat tidur tadi. Eee setelah angin bertiup malah kedinginan.
Tak jauh dari pulau pasir buluh tempat kami menginap puluhan kamar gomestay kamarnya kosong harga jutaan semalamnya kawasan wisata pulau Rano Abang musiknya terus berdentang hingga lewat tengah malam terdengar jelas dari tempat kami tidur yang hanya berjarak puluhan meter saja.
Subuh lagi matahari belum muncul pemuda pemuda itu telah berendam di air laut yang surut mulai bekerja.
Atok baliknya teriakku pada Azri dan kawan kawannya, nanti ke Batam atok kenal kan dengan cucu atok yang perempuan ya. Aku risak goda Azry nak ditunang dengan cucuku. Bilang ayah aje tok jawab Azri sambil melambai dari laut. Kami dibawa Salim kembali menuju pulau Air Saga diseberang. (***)
Sumber : Imbalo Iman Sakti